Minggu, 19 Desember 2010

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Bermula dari sore itu, di sekolah 15.30
“rish! Awas ada nela!” kata tere, teman kelasku. Aku menoleh ke arahnya, dan aku menatapnya bingung. “hah?” tanyaku. “iya.. Nela mau kesini” “nah terus kenapa ngomong sama aku kalo nela mau kesini?” tere heran. “lah? Bukannya kalian musuhan ya?” tanyanya. Aku balas menatapnya heran. “musuhan?” tanyaku tapi Nela keburu masuk ke kelas. “Rish.. aku mau ngomong sama kamu” katanya. “oh? Em.. oke tunggu bentar” kataku, menggendong tasku lalu bergegas pergi dengan Nela. “kenapa Nel? Ga biasanya serius banget kayak gini” “emang ini urusan serius Rish, jangan bercanda” aku heran melihat Nela yang satu ini, bukan seperti Nela biasanya, tapi entah Nela dari mana. Aku lebih baik diam dan mengikutinya sembari menunggunya untuk berbicara. “ehm…” katanya, duduk di bangku kantin setelah memesan jus kesukaannya. “gini..” katanya, dan aku tak sabar mendengarnya. Tak biasanya Nela dan aku seperti ini. Tanpa canda dan rasanya aneh. “tau kan masalah Emir?” tanyanya. “emir?” tanyaku balik. Oh ya! Aku ingat sekarang. Gosipnya sih Nela suka sama Emir. Tapi Nela nggak pernah mau ngaku sama aku kalo dia suka Emir, masalahnya anak-anak bilang kalo aku juga suka Emir padahal aku Cuma deket sama Emir. Sahabat lah sebutan kerennya. “Emir kenapa Nel?” tanyaku. “oooh.. kamu suka kan ya?” tanyaku, dengan nada bercandaku yang biasa. “iya” katanya singkat dan itu membuat aku membeku sekaligus membisu. Aku yang selama ini ‘difitnah’ dan ‘dikira’ suka sama Emir diam-diam memendam sedikit kekaguman namun kekaguman dan kesukaanku kepada Emir tak separah Nela. “terus?” tanyaku. Muka Nela berubah rubah tak karuan dari relax-tegang-benci-kesal-lega ah pokoknya campur aduk. “em…” katanya. Aku memandangnya penuh arti dan aku tahu itu membuatnya sedikit grogi. “jauhin dia” dan dia menahan nafas menunggu jawabanku “ulangi?” pintaku. “huuuh.. em.. ja.. em.. jauhin Emir, Rish..” katanya, dan aku memandangnya seolah dia badut dufan. “Nel.. kamu..” “plis Rish.. jauhin Emir. Aku nggak bisa kalo kamu deket sama dia ! aku cemburu Rish.. aku nggak bisa denger Emir setiap kali banding-bandingin aku sama kamu, aku nggak tahan kalo aku ngomong sama Emir, dan yang dibahas Cuma kamu. Aku nggak kuat! Aku suka sama dia Rish! Aku tau kamu juga suka kan sama dia, tapi asal….” Nela ngomong panjang lebar tapi aku potong “jangan sembarangan ngomong Nel.. aku nggak suka kok sama Emir. Tenang aja.. aku nggak akan ngerebut Emir. Silahkan ambil” kataku. Nela tersenyum puas dan bangga. “asal kamu tau aja.. aku udah 4 tahun mendem rasa ke Emir. Hargai perjuanganku” kata Nela. Aku mengangguk. “ambil.. aku nggak bernafsu ngambil Emir dari kejaran kamu. Aku dukung kamu” kataku dengan sangat sangat terpaksa sekali. Aku akan jauhin Emir. Aku harus terima resiko dari apa yang aku omongin. Aku harus jauhin Emir. “makasih ya Rish..” katanya. “buat apa?” “bantuannya” “aku nggak bantu kamu kok.. itu kewajibanku” kataku dengan senyum yang aku usahakan semanis mungkin.
“nah ini dia yang aku cari! Rish! Sini kamu!” aku menoleh ke arah suara, yang sudah aku kenal itu adalah suara Emir. “Em.. ir?” aku menoleh ke Nela yang mukanya jadi merah-kuning-ijo mengisyaratkan aku buat nggak nggubris omongan Emir. “ehm.. Hai Mir” kataku canggunng di depan Nela. “kamu apaan sih? Kesini dong!” kata Emir sambil marah-marah nggak jelas. “em.. kamu aja deh yang kesini! Ada Nela juga nih!” kataku. “oh, ada Nela juga. Hallo Nel!” katanya. Nela membalas lambaian tangan Emir dari jauh. “Rish! Ah susah banget sih disuruh kesini aja! Pake lama deh” katanya. “apaan sih Mir? Nggak jelas! Emang aku suruh ngapain?” tanyaku. “temenin aku ke took kaset.. aku mau beli album Rihanna yang baru!” ktanya. “Rihanna? Wah! Aku juga suka Mir!” sambar Nela bersemangat 45. Emir memandangnya sekilas, dan tak memedulikannya. Ia terus membujukku. Argh! Aku diambang kebimbangan! Di satu sisi, aku pengen maen sama Emir, jalan bareng. Tapi? Aku kan juga harus tanggung jawab sama omonganku barusan. “ayolah Rish! Udah sore ini! Nanti kamu mau pulang kesorean? Cepet!!!” kata emir ngebet banget pengen pergi ke toko kaset. “em.. Mir… sori nih ya.. tapi aku ada les bentar lagi” kataku. “les? Ini tuh Jumat Rish! Kamu kan nggak ada les!” mampus! Emir apal jadwal lesku! Aku melirik ke Nela, yang mukanya udah ditekuk 50 kali. Uh! Nggak enak banget mukanya! “tapi tapi.. les.. em, ya! Ada les tambahan Mir! Sori ya.. eh mending kamu sama si Nela aja nih” aku menyenggol nyenggol kaki nela di bawah meja. Nela memandangku penuh terimakasih. “nela kan juga suka Rihanna kan ya?” tanyaku. “suka banget. Aku juga kebetulan pengen beli kasetnya” kata Nela. “tuh kan Mir! Bareng Nela aja ya!” kataku. Emir memandangku penuh harap supaya aku menyelamatkannya. Aku tahu, Emir tidak suka pada Nela. Kata emir sih, Nela terlalu garing, lagian Emir nggak suka dikejar.jadi kalo ada cewek yang ngejar dia, dia mesti nggak suka. “ah. Yaudah deh, besok minggu aku jemput kamu di rumah jam 8. Jangan telat loh! Mandi dulu. Biasanya kamu bangun jam 10, mandi jam 4 sore. Payah ah!” katanya sambil tertawa. “prok..prok..prok..” Nela berdiri dan bertepuk tangan. “hebat! Kalian pasangan Hebat! Terusin aja semua! Jadian aja sekalian! Pembohon kamu Rish! Pembohong!” kata Nela, membuat aku kehilangan suara untuk menjawabnya. Emir berjalan mendekat, memandang Nela menantang. “maksud mu apa Nel?” Tanya Emir. “aku kan suka sama kamu Mir! Aku udah minta ke Irish biar dia ngejauhin kamu! Biar kamu jadi milikku! Tapi apa? Irish sama sekali nggak ada niat ngejauhin kamu! Kalian malah mesra-mesraan di depan aku!”kata Nela dengan air mata di ujung matanya. “Najis lo Nel!!! Kamu tuh siapa ku heh? Siapa? Emang kamu pacarku? Emang kamu mamaku? Emang kamu kakakku? Ngatur-ngatur!! Aku juga bukan punyamu kan Nel! Terserah aku mau deket sama siapa! Kamu nggak berhak ngatur Irish sama aku! Emang nggak boleh aku deket sama Irish?!” sumpah! Rasanya aku pengen lari dari suasana ini. Aku nggak mau terlibat! “jahat kamu Mir! Kamu nggak punya perasaan kasian sama cewek! Kamu nggak punya hati!” kata Nela. “kamu yang nggak punya hati!! Kamu nggak kasian sama Irish kalo dia mesti ngeejauhin pacarnya?!” kata Emir lantang. “Emir!!! Stop Mir Stop!!” kataku tak tahan melihat Emir membuka semuanya. Nela terduduk dengan muka yang pucat, dan bibir yang beku. Suaranya tertahan. “pa.. pacar??” Tanya nela seakan dia tak sanggup lagi hidup 5 menit saja. “Emir!” bentakku melihat Emir bersiap membalas pertanyaan Nela. “tapi Rish! Semua berhak tau kalo kita udah jadian! Aku nggak tahan gini terus! Aku juga pengen mereka tau kalo aku sama kamu udah jadian! Aku nggak betah setiap kali dia deketin aku Rish! Kamu nggak cemburu kalo aku masih dikejar-kejar sama cewek-cewek lain? Justru aku kasian ngeliat kamu Rish.. aku juga ga bisa liat kamu masih suka digangguin sama cowok-cowok nggak jelas itu! Semua ini cukup Rish.. biarin mereka tau..” kata Emir. Dan aku tertunduk. Nela memandangku penuh dendam. “Rish.. kamu bukan sahabat” katanya dan dia pergi ninggalin aku sama Emir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar